ME-MAKMUR-KAN


“Yang Kaya Semakin Kaya… Yang Miskin Semakin Miskin” Begitulah model
hidup kita sekarang bukan? Sudah menjadi kelumrahan ketika si miskin
terus-terusan mengeluhkan taraf hidupnya. Sama lumrahnya juga saat si kaya merasa
beruntung telah menjadi semakin kaya. 
Sahabatku… Disini kita tidak akan
berbicara untuk menyalahkan si kaya, tidak pula untuk mengasihani si miskin. Namun
kita akan mencari jawaban yang bisa kita pakai untuk membenahi diri sendiri. Karena
kalau dunia memang sudah termodel-kan dengan selogan diatas, maka izinkan dahulu
diri kita untuk terlepas dari selogan itu. Mari kita benahi diri sendiri, untuk
membenahi dunia. Lalu apa jawaban yang harus kita lakukan, sehingga selogan itu
menjauh dari realita hidup kita?
Memang harus diakui ada yang
salah dari tatanan kehidupan kita sekarang. Ada yang salah dengan bagaimana
kita hidup dan ada yang salah tentang bagaimana kita berfungsi. Kesalahan-kesalahan
yang muncul karena sesuatu yang sudah kita wajarkan sekian lama. Kita menormalkannya,
dan tidak sadar bahwa apa yang kita kerjakan dalam hidup ini telah merubah
tatanan kehidupan yang sudah diciptakanNYA sangat seimbang dan sangat nyaman bagi
semuanya.
Seperti udara, semua yang dibumi
menghirup udara. Seperti atmosfir, semua bagian bumi tertutupi atmosfir. Seperti
tanah, semua bagian bumi memiliki tanah. Begitulah seharusnya diri kita. Begitulah
seharusnya kita hidup. Dari satu kehidupan untuk seluruh kehidupan. Namun apakah
hidup kita sekarang seperti ini? Sayangnya tidak… Kita bergerak dari satu kehidupan
hanya untuk satu kehidupan. Kita hidup, namun hidup kita hanya terdedikasikan
untuk diri sendiri, bukan untuk seluruh kehidupan.
Sahabatku… Kita tidak sedang
membicarakan kata makmur disini, namun kita sedang membicarakan kata me-makmur-kan.
Me-makmur-kan adalah memfungsingkan diri untuk kehidupan, bukan untuk
keuntungan. Anda memakmurkan kalau Anda sudah bisa berperan untuk kehidupan
semesta, bukan sekedar berperan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. Kalau
sinar matahari menyinari seluruh wajah manusia. Maka begitulah kita harus juga
bersinar untuk seluruh wajah manusia. Tanpa mengenal kata imbalan.
Membicarakan me-makmur-kan, bukan
membicarakan hak tapi kewajiban. Hidup ini selalu tentang kewajiban sahabatku…
Bukan lagi mana hak saya? Tapi apa kewajiban saya? Karena hidup itu sendiri
sudah menjadi hak yang sudah kita terima, dan sekarang tinggal kewajiban kita
saja. Jadi bukan tentang bagaimana saya bisa kaya? Tapi bagaimana saya bisa
membuat kaya. Bukan tentang bagaimana saya bisa bahagia? Tapi bagaimana saya
bisa membuat bahagia. Karena begitulah arti memakmurkan dalam kemakmuran.
Kemakmuran tidak mencari
keuntungan pribadi, kelompok atau golongan. Kemakmuran adalah kehidupan untuk
kehidupan. Karena seluruhnya adalah bagian kehidupan SANG PENCIPTA. Seluruhnya tanpa
terkecuali, baik itu manusia, tumbuhan, binatang semuanya semesta adalah
kehidupan untuk kehidupan.
Inilah yang kita lupakan
sahabatku… Kita lupa tentang kehidupan untuk kehidupan. Kita hanya sangat
peduli untuk me-makmur-kan kehidupan kita sendiri, tanpa peduli untuk me-makmur-kan
kehidupan lain. Akhirnya kita berperan untuk keuntungan bukan kemakmuran, dan inilah
jawaban dari ketidak beresan yang terjadi sekarang “Yang Kaya Semakin Kaya… Yang Miskin Semakin Miskin”.
Sahabatku… Tulisan ini bukan sekedar
mengingatkan tentang berapa rupiah yang kita keluarkan untuk sesama, tapi mengingatkan
tentang kesadaran yang terlupakan. Yaitu kesadaran untuk menyadari kalau diri
ini adalah bagian dari kesatuan semesta untuk saling berperan secara sukarela.
Saling memberi untuk saling menerima. Saling melepas senyum untuk saling
berbahagia. Saling berpegang erat untuk saling percaya. Percaya bahwa hidup ini
bukan tentang bagaimana saya hidup, tapi juga tentang bagaimana kita hidup.
Lalu apa yang harus kita lakukan
sekarang hanyalah masuk kedalam diri kita sendiri untuk sejenak bertanya “Apa
yang telah kita lakukan bagi dan untuk kehidupan tanpa mengharapkan keuntungan?”

Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com

Scroll to Top